(untuk baca selengkapnya klik pada judul)
Kakiku enggan melangkah melihat rumah kecil itu dari sini. Air
mata ku tak mau berhenti mengalir. Aku menggenggam erat tangan
laki-laki yang akan ku nikahi 2 tahun lagi. Tian menatapku seolah
memberikan semangat bagiku di tengah derasnya hujan desember. Aku tahu,
Tian mengingikan aku kuat saat melihat ke dalam rumah kecil itu. Di
bawah naungan payung, aku di temaninya melangkahkan kaki ke arah rumah
kecil itu.****
Seorang gadis kecil berusia 6 tahun sedang duduk di depan sebuah panti asuhan sambil menatap dalam-dalam pada derasnya hujan. Ia tengah menanti seseorang datang dari tengah hujan dan menjemputnya pulang. Tak berapa lama kemudian, sesosok tubuh laki-laki berusia 38 tahun tampak berlari ke arahnya di tengah hujan sambil menenteng sebuah tas kresek hitam. Pakaian laki-laki itu basah kuyup karena berlari tanpa payung. Sandal jepit yang di gunakannya membuat laki-laki itu berlari dengan hati-hati.
"maafkan ayah sayang, hari ini ayah terlambat menjemputmu", ucap suara laki-laki itu dengan suara yang lembut walau peluh tampak pada raut wajahnya. Dalam hatinya Ia ingin tetap tersenyum pada putri kesayangannya, tanpa memperdulikan kelelahan yang tengah di rasakannya. Baginya, rasa lelah yang di rasakan setelah bekerja sebagai kuli akan hilang ketika melihat senyum manis yang muncul dari gadis kecil itu.
"tidak apa-apa ayah. Hujan masih deras, sini ayah! duduk di samping Lany sambil menunggu hujannya reda", ucap gadis kecil itu dengan senyum polosnya. Ayah dan anak itu sama-sama duduk di depan panti asuhan, tempat sang ayah menitipkan gadis kecilnya saat pergi bekerja sebagai kuli dan juga beberapa pekerjaan yang tidak tetap yang di lakukannya agar dapat menafkahi hidupnya bersama gadis kecilnya itu. Isterinya telah meninggal 6 tahun yang lalu setelah melahirkan Lany, puteri semata wayang mereka. Dan sejak itu pula, laki-laki itu harus menjadi ayah sekaligus ibu bagi puterinya. Karena ketika bekerja ia tak dapat merawat sang gadis kecil, dengan berat hati ia harus menitipkan anak itu di panti asuhan yang tak jauh dari rumah mereka. Hari demi hari berlalu dan Lany tumbuh menjadi gadis kecil berusia 6 tahun yang manis dan ceria. Walaupun masih kecil, ia sudah tahu keadaan hidup mereka yang selalu berkekurangan. Ia selalu menanti kedatangan sang ayah yang pulang di sore hari dengan makan malam untuknya. Lany selalu menolak untuk makan di panti, meski sudah di tawarkan makanan oleh pengurus panti asuhan yang baik itu. Ia selalu berkata "Lany ingin makan sama-sama dengan ayah".
Hujan yang turun perlahan mulai reda menjadi rintik-rintik hujan, ayah dan anak itu memutuskan untuk segera pulang ke rumah. Dalam perjalanan pulang ke rumah, Lany di gendong ayahnya di atas bahu sambil berceritera mengenai harinya di panti asuhan. Walau dingin yang menusuk kulitnya, sang ayah tidak pernah bosan untuk mendengar celotehan gadis kecilnya dan kadang mengeluarkan tawa meski bernada lelah.
"ayah, hari ini Lany membantu Bu panti untuk menghias pohon natal karena kata Bu panti sebentar lagi natal. Pohonnya besar dan indah sekali, lampunya berkelap kelip seperti bintang di langit. Lalu di bawahnya akan di taruh banyak sekali kado untuk anak-anak panti. Aku juga dapat satu nantinya. Ayah, Kalau pohon itu di bawa pulang dan di taruh di rumah pasti bagus sekali kan yah?", ucap gadis kecil itu dengan semangat sekali.
"iya, pasti bagus sekali sayang. Sekarang sudah sampai, ayo turun dan lekas ganti bajumu kita makan malam", ujar sang ayah sambil menurunkan Lany dari pundaknya.
"baik ayah", Gadis kecil itu berlari dengan semangat ke dalam rumah. Melihat tingkah anaknya itu, sang ayah hanya dapat tersenyum miris. Ia teringat akan perbincangannya dengan pengurus panti asuhan 2 hari yang lalu. Pengurus panti itu mengatakan bahwa ada seorang dokter bersama isterinya yang senang melihat Lany yang begitu ceria dan aktif sekali. Mereka bermaksud untuk mengadopsi Lany menjadi anak mereka karena sudah sekian tahun menikah mereka belum di karuniai anak oleh sang pencipta lantaran sang isteri mandul. Sang Ayah rindu sekali Lany hidup berkecukupan dan tumbuh menjadi anak yang sukses namun pekerjaan yang ia miliki pun tak tetap dan dari segi ekonomi ia tak mampu membiayai Lany yang sebentar lagi sudah harus bersekolah. Tapi di satu sisi, ia tidak ingin berpisah dengan Lany puteri kesayangannya.
"Ayah, Lany sudah selesai mengganti baju, ayo makan.", teriak Lany dan membuyarkan lamunan sang ayah. Sang ayah hanya tersenyum kemudian mengajak puterinya makan.
Hari berlalu sejak malam itu. Dalam hitungan hari, natal pun tiba. Akhir-akhir ini sang ayah bekerja dengan keras sekali dan pulang larut malam. Hal itu mengharuskan Lany untuk menginap sementara di panti asuhan selama beberapa hari. Sang ayah bekerja dengan keras untuk membeli sebuah pohon natal dan kado kecil untuk puterinya yang manis itu. Dan di malam natal, Lany begitu terkejut ketika memasuki rumah. Sebuah pohon natal yang kecil dengan hiasan sederhana beserta lampu yang berkelap kerlip telah menghiasi rumah kecil tempat perteduhannya bersama sang ayah selama ini.
"waaah.... indah sekali. Apakah ayah yang membelinya?", ucap Lany dengan mata kecilnya yang begitu terpesona.
"bukan, ini hadiah dari sinterklas untuk anak yang manis seperti anak ayah", jawab ayah dengan senyum puasnya.
"sinterklas itu siapa ayah?", kening Lany sedikit berkerut.
"sinterklas itu seorang kakek berjanggut putih, badannya gemuk, berpakaian merah dan yang sangat baik hati. Setiap natal, ia selalu menghadiahkan kado yang bagus untuk anak-anak yang baik dan manis seperti anak ayah yang satu ini", ucap sang ayah.
"benarkah? Lany ingin melihatnya ayah", ujar gadis kecil itu dengan penasaran.
"kalau begitu tutup matamu", sang ayah kemudian mengeluarkan sebuah bingkisan kado yang sedang. "sekarang buka matamu. Ini bukalah di dalamnya ada sinterklas kecil", ucap ayah dengan tersenyum sambil melihat puterinya dengan penasaran membuka kado itu. Di dalam kado itu, terdapat sebuah boneka sinterklas kecil. Wajah Lany begitu ceriah.
"wah lucu sekali ayah, terima kasih", ujar Lany dengan polosnya kemudian memeluk sang ayah. "untuk anak ayah yang manis ini, apapun akan ayah berikan', ucap sang ayah dengan tulus hati. Lany mendongakkan kepalanya, memandang ayahnya.
"Lany janji ayah, saat Lany dewasa nanti Lany akan menjadi orang kaya dan akan membelikan ayah baju baru yang banyak dan bagus. Setiap hari ayah hanya memakai baju yang sama saat pergi bekerja". Mendengar apa yang di ucapkan anaknya, hati sang ayah menjadi tersentuh dan hampir mengeluarkan air mata.
"Ayah", ucap Lany lembut.
"ada apa sayang?", balas sang Ayah.
"Lany ingin mendengar lagu natal, apakah ayah bisa menyanyikan lagu natal untukku? Pakai bahasa inggris ya ayah" pinta Lany dengan polosnya. Sang ayah menatap anaknya, kemudian mengelus kepala Lany yang saat ini tengah berbaring di pangkuan sang ayah. Ayah menarik nafasnya lalu mulai mengalunkan lagu natal yang di pelajarinya saat masih muda.
Silent night, holy night
all is calm and all is bright
round yon virgin mother and child
holy infant so tender and mind
sleep in heavenly peace
sleep in heavenly peace
Lagu tersebut menina bobokan Lany di atas pangkuan sang ayah. Sang ayah menatap anaknya lalu tersenyum dan meletakan sehelai kain yang sudah mulai sobek ke atas tubuh mungil itu.
Kebahagiaan ayah dan anak itu berakhir ketika keesokan harinya sang anak harus mengalami kecelakaan. Ia kehilangan penglihatan beserta ingatannya. Kisah ayah dan anak yang merayakan natal di sebuah gubuk kecil berakhir begitu saja dengan cepat untuk selamanya.
****
Aku Lora Melany Putria, puteri seorang dokter terkenal yang baru saja menamatkan sekolahku dan kini bekerja sebagai seorang dokter di Rumah Sakit milik papa ku Tirtayasa Pratama. 2 tahun lagi aku akan menikah dengan seorang yang juga adalah dokter, Christian Handy. Tian adalah pacar ku sejak masih duduk di bangku SMA dan sekarang sudah 9 tahun aku bersamanya. Aku memiliki mama yang cantik, di usianya yang hampir 45 tahun wajahnya masih tetap terlihat sangat cantik. Setelah sekian lama menunggu, hari pertunangan ku bersama Tian tiba. Di Hari yang ku pikir hari yang membahagiakan bagiku, hari pertunanganku dengan Tian sebuah kenyataan yang selama ini tidak pernah ku ketahui terungkap bagiku setelah aku terjatuh dari tangga. Mungkin bukanlah sesuatu yang tidak ku ketahui, tetapi sesuatu yang hilang selama belasan tahun. Potongan-potongan akan suatu kejadian yang menghiasi tidurku bahkan benakku selama ini seakan bersatu dan membentuk sebuah kisah manis yang tak akan lagi ku lupakan dalam hidupku. Kisah Kehidupanku sebagai seorang gadis kecil pada belasan tahun silam bersama seseorang yang ku panggil ayah.
Apa yang ku pertanyakan kini terjawab sudah. Wajahku dengan Orang yang menjadi kedua orang tuaku, atau dapat ku sebut sebagai orang tua angkatku tidak mirip. Golongan darah kami pun berbeda. Mereka sebenarnya adalah pasangan suami isteri yang tidak di karuniakan Tuhan seorang anak. Mereka mengadopsiku dari seorang laki-laki yang kehilangan penglihatannya dan hidup dalam ketidakberdayaan. Laki-laki itu adalah ayah kandungku. Aku mengingat semuanya, semua kenangan bersama ayahku juga kecelakaan yang memisahkan aku darinya 17 tahun yang silam saat dalam perjalanan ke tempatnya bekerja dengan membawa sebuah boneka sinterklas kecil. Setelah kejadian itu, aku kehilangan penglihatanku karena kornea mata ku rusak. Di saat itu pula aku juga kehilangan ingatanku. Menurut cerita ayah angkatku, dialah dokter yang menanganiku saat itu Dan Orang yang mendonorkan kornea matanya untukku adalah ayah kandungku.
Dengan kondisinya yang akan buta setelah mendonorkan kornea matanya, ia tidak dapat merawatku. Oleh karenanya, pada waktu itu dengan berat hati ia memutuskan untuk menitipkan aku kepada kedua orang tua angkatku. Mereka menyetujui hal tersebut karena sejak awal mereka begitu menginginkanku untuk menjadi anak mereka. Aku jadi ingat, saat perban yang menutup mataku di buka wajah kedua orang tua angkatkulah yang ku lihat untuk pertama kali. Di waktu itu Mereka memperkenalkan diri sebagai papa dan mama ku. Sebenarnya saat itu, ayahku hanya berdiri sambil menangis di depan ruang rawatku dengan kondisi mata yang tak mampu melihat apa-apa lagi namun hanya memiliki telinga untuk mendengarkan suaraku.
Setelah aku sembuh, aku pulang ke rumah yang sangat asing bagiku. Rumah besar dan mewah tempat aku di besarkan hingga saat ini. Kabar mengenai ayah kandungku pun mulai tak terdengar sejak aku pulang ke rumah kedua orang tua angkatku. Ibu angkat ku pernah mencarinya, namun tak menuai keberhasilan. Tempat tinggalku dulu tak ada yang tau, dan tak ada seorangpun yang melihat ayah lagi.
Aku hanya terduduk lemas mendengar semua yang di ceritakan oleh orang tua angkatku tentang ayah kandungku. Dalam benakku, aku hanya bertanya-tanya tentang keberadaan ayahku. Apakah dia masih hidup? Apakah dia baik-baik saja? Apakah dia masih mengingatku?. Ya Tuhan, ketika aku hidup di penuhi dengan kemewahan, ayah kandungku harus merasakan penderitaan. Aku menjatuhkan air mataku, air mata yang begitu merindukan ayah ku.
Aku sudah mencarinya ke mana-mana 3 bulan terakhir ini, namun hasilnya masih saja nihil. Tian, papa dan mama juga telah berusaha membantuku menemukan ayah kandungku. Aku hampir putus asa dan selalu berlutut untuk berdoa kepada Tuhan. Ya Tuhan, ku mohon pertemukanlah aku dengan Ayahku. Aku benar-benar merindukannya.
Dan doaku di kabulkan oleh Tuhan, Tian berhasil mengetahui tempat tinggal ayahku sekarang. Sepertinya tempat itu adalah tempat tinggal kami yang dulu dulu. Aku bersyukur dan ingin cepat-cepat bertemu dengan ayahku. Aku telah menyiapkan sebuah kemeja kuning bergaris krem untuk ku berikan saat bertemu dengan ayahku. Hari ini adalah hari natal, dan aku teringat akan janjiku pada nya tentang sebuah kado natal untuk ayah. Akhirnya sekitar 3 jam, aku tiba di tempat Tian berada. Hujan yang deras menaungi langkahku yang sedikit berlari ke arah Tian.
"sayang, ku harap kau menguatkan hatimu", ucap Tian membuat keningku berkerut.
"ada apa dengan ayahku?", tanya ku cemas pada Tian. "ayahmu, dia kini sedang sekarat", ucap Tian dengan nada enggan, membuat hatiku luluh. Ayah yang ku rindukan saat ini sedang berada dalam keadaan sekarat, kakiku benar-benar lemas untuk kembali melangkah. Aku berdoa dalam hati, Tuhan saat ini aku sudah berada di dekatnya. Ku mohon izinkanlah aku bersama dengannya seperti dulu lagi, membawanya pulang ke rumah dan menghidupinya dengan semua penghasilanku.
***
Saat ini aku dan Tian sudah berdiri di depan pintu rumah kecil itu. Aku menelan ludahku dan terus berdoa dalam hati. Air mata yang terus ku keluarkan tadi berusaha ku tahan. Aku semakin mengeratkan genggaman tanganku pada Tian. Dengan perlahan, aku membuka pintu tua yang sudah mulai rusak. Aku melangkah masuk ke dalamnya. Rumah itu kosong, namun air mataku tak tertahan saat melihat pohon natal kecil kejutan dari ayah untukku 17 tahun yang lalu masih berdiri di tempat yang sama, walau sudah tampak tua dan lampunya sudah rusak. Tiba-tiba terdengar suara batuk yang berat, aku melepaskan tangan Tian dan melangkah cepat-cepat ke asal suara batuk tersebut. Mataku menangkap sosok tubuh rentan dan rambut yang mulai memutih terbaring lemah di atas tempat tidur. Tangannya menggenggam sebuah boneka sinterklas kecil yang sudah lusuh. Hatiku luruh dan langsung memeluk sosok itu.
"Ayah...... Lany pulang", ucapku dengan air mata yang semakin deras.
"Lany?", tanya nya dengan suara yang lemah. "iya, ini Lany ayah. Puteri kesayangan Ayah, apakah ayah sudah lupa denganku?", ujarku terisak.
"Lany anak ayah", suara lemah itu kembali terdengar, di ikuti pelukan hangat dari legan yang tampak kurus. "ayah merindukanmu sayang. Ayah yakin, dan tetap menunggu. Suatu hari nanti gadis kecil ayah yang manis akan pulang pada ayah", sambungnya. Aku tertegun dan semakin terisak.
"ayah, hari ini hari natal. Lany membawakan ayah kado yang Lany janjikan pada ayah dulu. Sebuah kemeja yang bagus. Ayah pakai ya? Setelah itu ayah ikut Lany dan kita akan tinggal bersama. Lany akan mencarikan pendonor mata untuk ayah. Setelah ayah sembuh, ayah harus menyaksikan Lany memakai gaun pengantin yang indah. Oh iya ayah, Lany sudah menjadi seorang dokter sekarang. Lany juga membawa calon menantu untuk ayah", ujarku panjang lebar, melepaskan semua keinginan yang mulai terbendung di hari-hari pencarian akan ayah.
"anak ayah sudah dewasa, ayah senang sekali kalau Lany bahagia", ujar ayah dengan suara yang semakin sayup. "mulai sekarang kita akan bahagia bersama ayah", ucapku lembut. Ayah hanya terdiam, sepertinya ia tertidur. Aku benar-benar terluka melihat keadaanya. Tian yang sedari berdiri di belakangku terus mengelus pundakku, berusaha menenangkan aku.
'Tuhan, ayahku begitu menderita. Bila sudah tidak ada waktu lagi untuk bersamanya, izinkanlah tetap bersamanya saat ini. Sebentar saja, aku masih ingin menemaninya. Melayaninya sebagai seorang anak yang berbakti', Doaku dalam hati. Doa yang begitu tulus dari hatiku, melihat ketidak berdayaan ayah. Lengan untuk memelukku dan Bahu untuk menggendongku yang dulu kekar, kini terlihat begitu kurus dan rapuh. Aku menangis lagi dalam keheningan. Aku menatap Tian dengan tatapan terluka. Tian membalas tatapanku dengan lembut seolah memberiku kekuatan. Beberapa saat kemudian, ayah menggerakan tangannya dan kembali berucap.
"ayah ingin memakai kemeja yang Lany berikan".
Aku memakaikan kemeja yang ku belikan pada ayah, sedikit kebesaran tapi sepertinya ayah bangga memakainya. Hal itu terbukti dari senyuman yang mulai terbentuk di sekitar wajah yang mulai berkerut. Senyuman hangat dari ayah yang begitu ku rindukan
. "Lany? Bisakah Lany menyanyikan lagu natal untuk ayah? Sudah lama kita tidak merayakan natal bersama. Ayah ingin malam ini kita merayakannya bersama sambil bernyanyi", pinta ayah. Aku menuruti keinginan ayah dan mulai bernyanyi. Ku lihat ayah kembali tersenyum. Tian pun juga turut menyanyikan lagu natal yang ku nyanyikan. Ayah menggenggam tanganku erat dan mulai tertidur dalam senyap.
Aku menyanyikan lagu ini dengan air mata yang tetap berlinang. Kali ini, Tian telah memelukku dan bahuku hanya dapat bergetar dalam pelukannya.
Silent night, holy night
all is calm and all is bright
round yon virgin mother and child
holy infant so tender and mind
sleep in heavenly peace
sleep in heavenly peace.....
Entah sudah berapa banyak liter air mata yang ku tumpahkan beberapa bulan terakhir ini, aku benar-benar merindukan sosok ini. Sosok seorang ayah yang selalu ada untukku. Melindungiku dengan tubuhnya, menggendongku dengan bahunya, membelai kepalaku agar tertidur saat aku tak bisa tidur, dan menggenggam tanganku saat akan menyebrangi jalan. Kini tangan hangat itu mulai melemah, perlahan menjadi dingin dan beku tanpa denyut nadi.
Ayah terima kasih untuk pengorbanan mu, tidurlah dengan tenang di malam natal ini. Aku sangat mencintaimu ayah. Selamat natal....
SELESAI
0 komentar:
Posting Komentar