PEMBAHASAN
Sebelum membahas
beberapa teori ikatan pada ion kompleks, perlu dikemukakan bahwa teori tidak
lebih daripada suatu pendekatan terhadap fakta yang sesungguhnya. Makin banyak
fakta yang sesuai dengan teori, makin baik pendekatan tersebut. Namun demikian,
jika timbul pengecualian atas teori, hal itu tidak harus membatalkan kedahihan
seluruh konsep. Pengecualian semacam ini lebih menunjukkan kegagalan untuk
memberikan garapan yang memuaskan. Biasanya dalam keadaan demikian, teori hanya
perlu dimodifikasi atau diperluas sehingga mencakup pengecualian tersebut.
Pendekatan ikatan
valensi terhadap teori koordinasi adalah contoh adanya pengecualian atau
kekurangan. Namun demikian, teori ikatan valensi bukan merupakan teori ikatan
yang kurang baik dibandingkan teori lainnya, tetapi teori ini membutuhkan
modifikasi dan perluasan untuk dapat dipergunakan oleh begawan kimia koordinasi
modern.
Disamping itu, juga
sering terjadi bahwa dua atau lebih dari teori dapat digunakan untuk
menjelaskan gejala alam yang sama. Dalam hal ini, harus dicari konsep yang
lebih mendasar atau pendekatan yang sama bagi kedua teori itu karena dengan
demikian mungkin akan diperoleh pendekatan yang lebih baik terhadap fakta
sesungguhnya. Untuk itu perlu ditinjau teori medan kristal dan teori orbital
molekuler jika diterapkan pada senyawa kompleks. Hasil pertumbuhan dari kedua
teori ini menghasilkan pendekatan yang lebih bermanfaat dan dapat diterapkan
secara lebih luas, yaitu teori medan ligan.
1.
ION
DAN MOLEKUL KOMPLEKS
Ion/molekul
kompleks adalah ion/molekul yang memiliki jumlah ikatan di antara atom-atomnya
lebih daripada yang diharapkan dari aspek valensinya. Misalnya pada [Cu(NH3)4]2+
dan [Fe(CN)6]3-. Ion Cu2+ bervalensi dua dapat membentuk empat
ikatan dengan NH3. Ion Fe3+ bervalensi tiga dapat
membentuk enam ikatan dengan ion CN-. Molekul NH3 dan ion
CN- dinamakan ligan, sedangkan atom-atom logam dinamakan atom pusat.
Jadi, ion kompleks dapat berupa kation atau anion, terdiri dari ion logam
dikeliling sejumlah ligan yang dapat berupa molekul netral atau ion, dengan
syarat mempunyai pasangan elektron bebas.
Jika
ligan hanya dapat memberikan satu pasang electron bebas kepada atom pusat,
seperti N dalam NH3 atau C dalam CN-, maka ligan tersebut
dikatakan monodentat, ligan yang dapat memberikan dua pasang elektron pada atom
pusat dinamakan senyawa kelat, sedangkan ligan yang dapat meberikan tiga atau
lebih pasangan elektron bebas kepada atom pusat dinamakan ligan polidentat. Beberapa
ligan dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Ligan
|
Nama
|
Rumus
|
Monodentat
|
Air
Amonia
Sianida
Hidroksida
Halida
Nirit
Tiosianat
Tiosulfat
|
H2O
NH3
CN-
OH-
X-
NO2-
SCN-
S2O32-
|
Bidentat
|
Oksalat
Etilendiamin
|
C2O42-
(CH)2(NH2)2
|
Polidentat
|
EDTA
|
Tabel
1.1 Beberapa jenis ligan yang umum
Pada
umunya, atom pusat cenderung mencapai bilangan koordinasi setinggi mungkin.
Logam-logam transisi deret pertama memiliki bilangan koordinasi enam, dan
logam-logam deret kedua dan ketiga memiliki bilangan koordinasi delapan. Jika
ukuran ligan semakin besar, bilangan koordinasi atom pusat turun.
Oleh
karena umumnya ion logam pada ion kompleks mempunyai orbital –d yang belum
terisi penuh, maka ikatan yang terjadi antara ion logam sebagai atom pusat
dengan ligan adalah ikatan kovalen koordinat. Pembentukkan ikatan kovalen
koordinat dalam ion kompleks terjadi karena adanya donasi pasangan electron
bebas dari ligan ke dalam orbital kosong dari atom pusat. Dalam hal ini, atom
pusat membentuk orbital hidrida dengan orientasi yang menentukan
stereokimianya.
Salah
satu ciri ion kompleks adalah bahwa ion tersebut masih mempertahankan jati
dirinya di dalam larutan, walaupun dapat terjadi disosiasi parsial. Sejatinya,
baik derajat disosiasi maupun waktu yang dibutuhkan untuk disosiasi dapat
beragam, mulai dari yang sangat terbatas hingga sangat lanjut. Contohnya
senyawa yang semula ditulis sebagai 2KBr.HgBr2 sesungguhnya
mengandung ion kompleks [HgBr4]2 dalam padatan kristalin,
dan ion ini dapat mempertahankan keutuhannya jika dimasukkan ke dalam larutan
dan hanya terdisosiasi sedikit saja. Di lain pihak, senyawa yang semula ditulis
sebagai 2KCl.CoCl2 sebenarnya mengandung ion [CoCl4]2-
dalam padatan kristalin, tetapi sangat banyak terdisosiasi menjadi Cl-,
ion K+ dan ion kobalt (II) terhidrasi. Kedua contoh ini menunjukkan
gambaran tentang perbedaan dalam kestabilan termodinamik berbagai ikatan.
1.1 MODEL
KOORDINASI WERNER
Pengkajian
ini senyawa kompleks anorganik terutama sebagai upaya untuk menjelaskan senyawa
hidrat, garam rangkap, dan senyawa ammonia logam. Senyawa ini dinamakan senyawa
tambahan atau senyawa molekuler sebab dibentuk oleh penggabungan dua atau lebih
molekul stabil dan jenuh. Teori awal dan eksplanansi yang diajukan oleh Begawan
Kimia seperti Graham, Blomstrand, dan Jorgensen, saat ini hanya sebagai
perjalanan antropologi kimia dari masa ke masa, sejak munculnya teori
koordinasi yang diajukan Alfred Werner (1893) dan terbukti memiliki lingkup
yang cukup luas.
Sama
seperti teori besar lainnya, teori koordinasi Werner pada dasarnya sangat
sederhana. Postulatnya adalah: “Walaupun ditinjau dari aspek bilangan valensi,
daya gabung beberapa atom tertentu tampaknya habis terpakai, tapi ternyata
atom-atom tersebut sering kali masih memiliki daya untuk andil dalam
pembentukan molekul kompleks dengan jalan pembentukan pertautan atom-atom. Hal
ini disebabkan, selain adanya ikatan afinitas yang dikenal sebagai valensi
utama, juga terdapat ikata lain yang disebut sebagai valensi sekunder. Teori
selebihnya adalah uraian tentang jumlah dan kemasan valensi sekunder atau
valensi tak terionkan dalam ruang”.
Menurut
Werner, tiap ion logam mempunyai srjumlah tertentu valensi sekunder yang harus
dipenuhi dalam pembentukan ion kompleks, misalnya, Platina(IV), Kobalt (III),
dan Kromium (III), semuanya memiliki enam valensi atau bilangan koordinasi
enam. Platina (II), Paldium (II), dan Tembaga (II), semuanya memiliki empat
valensi sekunder atau bilangan koordinasi empat. Jika valensi primer terpenuhi
dengan ion negatif, maka valensi sekunder dapat dipenuhi baik oleh ion negatif
maupun oleh molekul netral atau kadang – kadang ion positif. Biasanya ion
negatif dapat memenuhi baik valensi sekunder maupun valensi primer. Misalnya
dalam senyawa kompleks [Co(NH3)5Cl]Cl2, salah
satu ion klorida berbeda dari dua ion klorida lainnya dalam hal tidak lagi
bersifat ionik dan letaknya dalam ruang lebih dekat kepada Kobalt daripada dua
ion klorida lainnya.
1.2
MODEL KOORDINASI SIDGWICK
Teori
elektron valensi yang dikemukakan oleh Lewis pada tahun 1916 dan diperluas
dalam banyak sistem kimia oleh Langmuir dan para Begawan kimia lainnya
memungkinkan untuk mengungkapkan konsep valensi Werner dalam kerangka
elektronik. Penerapan khusus teori valensi ini terutama dilakukan oleh Sidgwick
dan Lowry. Valensi primer ditafsirkan sebagai elektron valensi yang berasal
dari pengalihan elektron secara penuh, dan valensi sekunder dipandang berasal
dari kovalensi atau patungan pasangan elektron bebas secara besama-sama.
Valensi primer Werner dapat bersifat ionik dan dapat juga tidak. Jika ion
negatif, terdapat dalam bola koordinasi pertama, seperti untuk klorin dalam
kloropentaaminkromium (III) Nitrat, [Cr(NH3)5Cl](NO3)2,
maka ion negatif tersebut secara serentak memenuhi baik valensi primer maupun
valensi sekunder. Dalam hal ini, klorin telah kehilangan sifat ionik
efektifnya. Ion Nitrat hanya memenuhi valensi primer untuk mempertahankan
ionisitasnya.
Sidgwick
memperluas konsep Lewis tentang ikatan kovalen dua elektron antara dua atom
dalam suatu molekul dengan jalan memasukkan pengertian ikatan koordinat untuk
kasus dimana kedua elektron dalam pasangan yang digunakan bersama berasal dari
dua atom yang sama. Dengan memperhatikan bahwa semua molekul dan ion yang terpaut pada atom logam paling sedikit
memiliki satu pasangan elektron yang tidak digunakan bersama, Ia menyarankan
bahwa pasangan elektron bebas tersebut disumbangkan sebagian pada ion logam
untuk pembentukan digambarkan dengan anak panah, L®
M, untuk menunjukkan bahwa gugusan donor, L, memberikan dua pasang elektron
dalam ikatan dengan akseptor M.
Selanjutnya,
Sidgwick menyarankan bahwa atom logam cenderung menerima pasangan elektron dari
donor sampai atom tersebut mendapatkan cukup elektron sedemikian rupa sehingga
atom logam dalam ion kompleks yang dihasilkan mempunyai nomor atom efektif
sesuai konfigurasi gas mulia berikutnya. Hal ini dapat dilihat pada
heksaaminplatina (IV) klorida, [Pt(NH3)6]Cl, dimana Pt
(IV) mengandung 74 elektron dan 6NH3 mengandung 12 elektron.
Walaupun
konsep nomor ataom efektif Sidgwick sekarang hanya sebagai kenangan bersejarah
paling tidak patut dicatat bahwa hampir semua karbonil logam yang di kenal dan
sebagian besar anak cucunya(turunannya) seperti karbonil halida, karbonil
hidroda, karbonil Nitrasil, dan senyawa yang berhubungan lainnya yang
melibatkan akseptor π umumnya tunduk terhadap kaidah sederhana ini. Sedangkan
beberapa senyawa yang tidak patuh aturan Sidgwick seperti V(CO)6 dan
Rh6(CO)16 jauh kurang stabil dibandingkan dengan senyawa
yang patuh kaidah Sidgwick.
1.3 MODEL IKATAN TERKINI
Dewasa
ini dikenal adanya empat pendekatan berlainan untuk menggarap secara teoritis
ikatan dan sifat-sifata senyawa koordinasi. Secara kronologis,keempat model
tersebut adalah (1) teori elektrostatik dengan modifikasi yang baru-baru ini
digunakan yaitu teori medan Kristal, (2) teori ikatan valensi, (3) teori
orbital molekul, dan (4) teori medan ligan.
2.
TEORI IKATAN VALENSI
Penerapan
teori ikatan valensi pada senyawa kompleks terutama dimulai oleh Pauling. Teori
ini berkaitan dengan struktur elektron keadaan dasr dari atom pusat, khususnya
dengan jenis ikatan, stereokimia, dan sifat magnetik senyawa kompleks. Orbital
dalam senyawa kompleks hanya ditinjau dari segi orbital-orbital atom pusat dan
hibridisasinya untuk menghasilkan orbital ikatan. Pauling menggunakan cara
sederhana untuk menggambarkan ikatan. Cara tersebut didasarkan pada beberapa
ansumsi sebagai berikut:
a) Atom
pusat harus menyediakan sejumlah orbital yang banyaknya sama dengan bilangan
koordinasi untuk membentuk ikatan kovalen dengan orbital ligan yang sesuai.
Dalam model ini, orbital ligan tidak diuraikan secara tepat, tetapi dianggap
sebagai orbital ikatan sigma yang terisi penuh.
b) Ikatan
kovalen sigma berasal dari overlap orbital kosong atom logam dan sebuah orbital
sigma penuh dari gugus donor. Orbital logam akan menjadi orbital hibrida,
terbentuk dari orbital s, p, dan d yang tersedia. Dengan demikian, gugus donor
harus merupakan spesi kimia yang paling sedikit mempunyai sepasang elektron
bebas. ikatan koordinasi yang terjadi dapat dipandang sebagai ikatan kovalen
yang melibatkan overlap dari dua orbital terarah.
c) Disamping
ikatan sigma, dalam teori iktan valensi diperkenankan juga terbentuk ikatan
phi, asalkan tersedia orbital-d yang sesuai beserta elektronnya, dan overlap
dengan orbital phi ligan dapat terjadi. Ikatan jenis ini jika berupa (M ®
L)Ï€, akan mengubah distribusi muatan pada atom logam dan ligan sedemikian
sehingga memperkuat i9katan sigma, tetaapi jika ikatan tersebut berupa (L ®M)Ï€
biasanya tidak diperhitungkan dalam teori ikatan valensi, sehingga ikatan sigma
dapat diperlemah tetapi secara keseluruhan kekuatan ikatan akan melemah.
Ikatan
kovalen terkuat akan terbentuk apabila awan muatan beroverlapsecara maksimal.
Agar criteria ini akan terpenuhi. Orbital-orbital atom standar harus berhibrida
membentuk suatu perangkat orbital ikatan setara dan memeliki sifat orientasi
yang pasti. Sebagai contoh ditinjau sanyawa kompleks octahedral dari unsure
transisi deret pertama misalnya kromium. Ion Cr3+ dapat menyediakan
6 orbital atom, yaitu 3dx2-y2, 3dz2,
4s, 4 px, 4py dan 4 pz. kombinasi linear dari
orbital tersebut menghasilkan enam orbital d2sp3 yang
setara secara energy :
Orbital
hibrida d2sp3 yang kosong berantaraksi dengan orbital
ligan yang memiliki sepasang elektron bebas sehingga terbentuk ikatan sigma
dalam kompleks [CrL6]3+, dan ligan yang terikat ada 6
buah . berdasarkan persamaan diatas tampak bahwa orbital –d yang digunakn untuk
ikatan sigma adaalah orbital 3dz2 dan 3dx2-y2.
Orbital –d ynag lain digunakan untuk ikatan phi. Ikatan phi dihasilkan dari
overlap orbital 3dxy dari
klogam dengan orbital dπ atau pπdari ligan.
Orbital
dx2-y2 dan dz2
teraarh pada ligan-ligan dalam kompleks octahedral sehingga keduanya merupakan
orbital yang digunakan dalam pembentukan orbital hibrida d2sp3.
Orbital hibrida bujur sangkar, dsp2, hanya menggunakan orbital dx2-y2.
Orbital hibrida dwilimas segitiga, dsp3 atau sp3d memakai
orbital dz2, dan untuk limas bujursangkar dapat
menggunakan orbital dz2 atau dx2,
kedua bentuk stereokimia ini dapat ditemukan dalam berbagai senyawa kompleks. Secara
teoritis, iktatan valensi pada pembentukan ikatan dalam ion kompleks dapat
digambarkan dengan struktur elektronik
dari atom pusatnya, sebagai contoh ion [Cr(H2O6]3+.
Konfigurasi dari atom bebas adalah :
Konfigurasi dari ion Cr3+
adalah :
Pada pembentukan
digunakan orbital hibrida d2sp3. Orbital harus kosong
sehingga dapat dihuni oleh pasangan elektron dari ligan.
[Cr(H2O)6]3+
Kompleks ini dinamakan
kompleks orbital dalam, sebab pada pembentukannya digunakan orbital-d sebelah
dalam (3d). jika orbital-d yang digunakan adalah sebelah luar (4d), dinamakan
kompleks orbital luar (Taube). Istilah-istilah lain ynag digunakan untuk
membedakan kedua jenis kompleks tersebut adalh spin-bebas dan spin berpasangan
(Nyholm), serta spin-tinggi dan spin-rendah (Orgel).
3. TEORI
IKATAN VALENSI : IKATAN RANGKAP
Sejauh
ini pembahasan ikatan pada senyawa kompleks dengan teori ikatan valensi,
memandang bahwa semua ligan mempunyai pasangan elektron ikatan sigma yang siap
untuk diberikan. Dengan kata lain, semua ligan adalah basa lewis. Anggapan ini
jauh dari keadaan sebenarnya. Terdapat banyak ligan umum seperti CO, RNC , PX3
(X= halogen), PR3, ASR3, SR2, C2H4,
dan lainnya merupakan donor elektron yang buruk, namun dapat membentuk banyak
senyawa kompleks yang stabil. Lebih lanjut, belum dibahas masalah penimbunan
muatan negative yang luar biasa tinggi disekitar atom pusat jika seandainya
masing-masoing ligan benar-benar menyumbangkan sepasang elektron.
Untuk
menjelaskan keadaan yang disebutkan terakhir, Pauling menyarankan bahwa
atom-atom unsur transisi tidak dibatasi hanya dapat membentuk ikatan kovelen
tunggal saja, tetapi unsur tersebut mampu membentuk ikatan rangkap dan ligan
penerima elektron menggunakan elektron orbital phi. Sebagai salah satu tinjau
ion heksasianoferat(II), maka konsentrasi muatan negatif yang menumpuk tersebut
dapat didistribusikan secara lebih baik. Struktur yang digambarkan dibawah
menunjukan salah satu konfigurasi ikaatn valnsi lewis. Tampak bagaimana muatan
atom besi dapat direduksi sampai pada nilai yang lebih rasional, yaitu -1.
Gambar
ion heksasianoerat (II)
Ikatan phi atau ikatan rangkap dalam kompleks logam
sekarang dikenal sebagai faktor penting dalam pembentukan banyak ikaatn logam
ligan yang stabil. Apabila pada tahap ini ikatan logam-logam dalam kompleks
tertentu diabaikan, juga ikatan terdelokalisasi yang muncul dalam kelompok
besar senyawa kompleks yan memilki ligan seperti olefin dan sistem aromatik
diabaikan, maka akan mudah untuk menggolongkan jenis ikatan phi, yang umumnya
ditemukan dalam senyawa kompleks logam adalah sebagai berikut :
aa) M(dπ) -->
L(pπ), atau pemberiaan elektron dπ atom logam kepada orbital kosong pπ atom
ligan.
bb) M(dπ) -->
L (dπ), atau pemberiaan elektron dπ atom logam kepada orbital kosong dπ atom
ligam.
cc) L(pπ) -->
L(dπ), atau pemberiaan elektron pπ atom logam kepada orbital kosong pπ atom
ligan.
dd) M(pπ)
®
L (dπ), atau pemberiaa elektron pπ atom logam kepada orbital kosong dπ atom
ligan.
4.
TEORI ORBITAL MOLEKULER
Teori
orbital molekuler mampu menyesuaikan diri, baik dengan keadaan elektrostatik
sempurna yang tiak melibatkan overlap orbital secara maksimum maupun dengan
semua derajat overlap yang moderat. Karena itu, diantara semua pendekatan
teoritis yang lain, teori orbital molekuler adalh Yang paling canggih, umum dan
paling sulit. Banyak pendekatan yang harus dikerjakan dalam penerapan secara
kuantitatif paa system kompleks dari banyak atom poli-elektron.
Sama seperti teori ikatan valensi, metode
orbital molekul menggunakan orbital atom pusat, tetapi teori ini juga meninjau
orbital atom-atom ligan ynag terkoordinasi. Jadi, jika mula-mula ikatan-Ï€
diabaikan, khususnya untuk enem ligan yang mengelilingi atom logam transisi
maka akan tersedia sebanyak lima belas orbital untuk membentuk orbital molekul.
Kelimabelas orbital tersebut berasal dari Sembilan orbital atom logam dan enam
orbital ligan.
Untuk kompleks tertentu
pertama-tama perlu dipastikan overlap orbital mana yang dapat terjadi. Untuk
octahedral, beberapa orbital tidak dapat overlap semata-mata hanya karena sifat
bawaan sikmetri orbital. Kombinasi elektron-elektron secara matematik, misalnya
dengan metode kombinasi linear orbital atom (KLAO), hanya bermanfaat jika
orbital-orbital yang dikokmbinasikan tersebut memiliki simetri yang sama. Dalam
tabel dibawah ini disajikan orbital atom untuk logam transisi 3d menurut
kelas-kelas simetridan juga orbital “simetri” kombinasi ligan-ligan untuk kasus
octahedral beraturan. Setiap orbital ligan diidentifikasi oleh titik bawah koordinat
Cartesian menurut gambar dibawah.
Tabel klasifikasi simetri orbital untuk
kompleks oktahedral beraturan.
Jadi kesembilan orbital
atom di atas diberi lambang dxy, 3dxz,
…, 4s,
…, 4pz.
Kesembilan orbital ini termasuk salah satu dari empat kelas simetri, yang
diberi tanda sesuai dari asal kelompok teoretisnya, yaitu simetris total
nondegenerasi (A1g): orbital tunggal yang mempunyai simetri penuh
dari molekul, degenerasi ganda (Eg): dua orbital setara kecuali
dalam hal arah ruang, degenerasi tiga (T1u): tiga orbital setara
kecuali dalam hal arah ruang, dan degenerasi tiga (T2g): tiga
orbital setara kecuali dalam hal arah ruang. Ketiga orbital T2g
terarah dalam ruang sedemikian sehingga hanya cocok untuk ikatan-Ï€ dalam sistem
oktahedral, yaitu tak ada orbital-sigma ligan terbentuk dari orbital yang mempunyai
simetri T2g, tetapi keenam orbital atom logam sisa semuanya cocok
untuk pembentukan ikatan-sigma titik bawah gerade (genap) dan ungerade
(gasal) digunakan untuk menunjukkan apakah orbital tersebut mempunyai pusat
simetri atau tidak.
Tabel. Orbital molekul
kompleks oktahedral beraturan dengan mengabaikan ikatan-Ï€.
Tampak bahwa
orbital-orbital atom pusat T2g tinggal sebagai orbital nonbonding
sebab tidak mempunyai pasangan simetri dengan orbital- ligan kombinasi yang manapun. Perlu
diperhatikan bahwa orbital-orbital atom logam T2g inilah yang dapat
membentuk ikatan-,
asalkan ligan juga memiliki orbital ikatan- yang cocok simetrinya.
1.
TEORI
MEDAN LIGAN
Untuk
banyak keperluan seperti hubungan data eksperimen yang berkaitan dengan
berbagai kompleks atom logam pada tingkat oksidasi biasa, tidak perlu
menggunakan orbital molekuler yang begitu rumit. Di pihak lain, teori medan
Kristal tidak mencukupi sebab tidak menyinggung aspek ikatan kovalen. Dengan
demikian perlu dimodifikasinya tanpa harus mengambil alih model yang secara
eksplisit menggunakan ikatan kovalen. Metode yang biasanya digunakan untuk
memodifikasi teori medan Kristal agar mampu menjelaskan paling tidak sebagian
efek overlap orbital adalah dengan cara menghalalkan semua parameter antaraksi
antarelektron menjadi variabel daripada menganggapnya sebagai tetapan yang
nilainya sama dengan parameter-parameter yang dimiliki oleh ion logam bebas.
Penalaran
pendekatan ini relatif sederhana dan mudah. Jika orbital betul-betul mengalami
overlap maka elektron-elektron atom pusat dipastikan tidak dipengaruhi oleh
medan elektrostatik dari muatan atau dari dipole ligan. Hal ini pasti
menyebabkan elektron-elektron tersebut sedikit banyak ditarik menjahui atom
pusat dan karenanya menurunkan antaraksinya satu dengan yang lain.
Ketiga
parameter antaraksi yang paling penting adalah tetapana gandengan spin-orbit, ,
dan parameter tolakan antarelektron, yaitu salah satu dari dua hal berikut.
Pertama, integral Slater tertentu, Fn, atau besaran tertentu yang
lebih seksama, yang merupakan kombinasi linear dari integral-integral Slater,
dikenal sebagai parameter Racah B dan C. satu parameter F2
diperlukan untuk mewakili selisih energi antara suku-suku multiplet dari sistem
pn, dua parameter yakni F2 dan F4 dibutuhkan
untuk sistem dn, dan tiga parameter dibutuhkan untuk sistem fn.
integral-integral F ini berasal dari integral Coulumb (J) dan integral
pertukaran (K), biasanya diambil sebagai parameter semiempirik, jadi tidak
dilakukan upaya untuk perhitungannya.
Parameter
Racah adalah jumlah dan selisih tertentu dari integral-integral Slater yang
dipilih sedemikian rupa sehingga selisih energi antara keadaan-keadaan yang
mempunyai spin sama secara eksplisit hanya bergantung pada satu parameter saja.
Parameter Racah tersebut adalah ukuran bagi pemisahan energi antara berbagai
keadaan Russel-Saunders dari suatu sistem elektron.
Pada
umumnya, selisih energi antara keadaa-keadaan yang mempunyai multiplisitas spin
sama adalah multiple B dan C. Misalnya, selisih energy antara 3F dan 3P dalam
sistem d2 atau d8, dan antara 4F dan 4P energi antara 3F
dan 3P dalam sistem d2 atau d8, dan antara 4F dan 4p
dalam sistem d3 atau d7 adalah 15B. Tetapi selisih energy
antara 3F dan 1D dalam sistem d2 atau d8 adalah (4B+3C).
Dalam semua kasus, C-4B.
Tetapan
gandeng spin-orbit sangat penting dalam penentuan sifat-sifat magnetik senyawa
kompleks logam transisi. Tetepan tersebut dapat digunakan untuk menjelaskan
penyimpangan-penyimpangan momen magnet nyata dari nilai terhitung “hanya-spin”,
dan untuk menjelaskan kebergantungan beberapa moment magnet pada suhu. Hal yang
paling penting diperhatikan adalah untuk mendapatkan kesesuaian yang lebih
dekat antara nilai teoritis dari teori medan Kristal dan nilai eksperimental,
nilai untuk atom logam dalam kompleks biasanya
diambil sebesar 70% sampai 80% dari nilai ion bebas. dengan cara analog, tetapi
biasanya berasal dari data spektra elektron, ditemukan bahwa teori dan
eksperimen dapat sangat sesuai apabila parameter Racah untuk ion kompleks
diturunkan dari nilai ion bebasnya dengan faktor yang lebih kurang sama. Jadi,
umumnya ditemukan bahwa:
Kesimpulan
J Teori
koordinasi Werner pada dasarnya sangat sederhana. Postulatnya adalah: “Walaupun
ditinjau dari aspek bilangan valensi, daya gabung beberapa atom tertentu
tampaknya habis terpakai, tapi ternyata atom-atom tersebut sering kali masih
memiliki daya untuk andil dalam pembentukan molekul kompleks dengan jalan
pembentukan pertautan atom-atom. Hal ini disebabkan, selain adanya ikatan
afinitas yang dikenal sebagai valensi utama, juga terdapat ikata lain yang
disebut sebagai valensi sekunder.
J Model
koordinasi sidgwick, valensi
primer ditafsirkan sebagai elektron valensi yang berasal dari pengalihan
elektron secara penuh, dan valensi sekunder dipandang berasal dari kovalensi
atau patungan pasangan elektron bebas secara besama-sama. Valensi primer Werner
dapat bersifat ionik dan dapat juga tidak. Jika ion negatif, terdapat dalam
bola koordinasi pertama, seperti untuk klorin dalam kloropentaaminkromium (III)
Nitrat, [Cr(NH3)5Cl](NO3)2, maka ion negatif tersebut
secara serentak memenuhi baik valensi primer maupun valensi sekunder.
J Model
Ikatan Terkini, dewasa ini dikenal adanya empat
pendekatan berlainan untuk menggarap secara teoritis ikatan dan sifat-sifata
senyawa koordinasi. Secara kronologis,keempat model tersebut adalah (1) teori
elektrostatik dengan modifikasi yang baru-baru ini digunakan yaitu teori medan
Kristal, (2) teori ikatan valensi, (3) teori orbital molekul, dan (4) teori
medan ligan.
J Teori
Ikatan Valensi pada Ikatan Rangkap, Pauling menyarankan
bahwa atom-atom unsur transisi tidak dibatasi hanya dapat membentuk ikatan
kovelen tunggal saja, tetapi unsur tersebut mampu membentuk ikatan rangkap dan
ligan penerima elektron menggunakan elektron orbital phi.
J Teori
Orbital Molekuler mampu menyesuaikan diri, baik dengan keadaan elektrostatik
sempurna yang tiak melibatkan overlap orbital secara maksimum maupun dengan
semua derajat overlap yang moderat. Karena itu, diantara semua pendekatan
teoritis yang lain, teori orbital molekuler adalh Yang paling canggih, umum dan
paling sulit.
J Untuk
banyak keperluan seperti hubungan data eksperimen yang berkaitan dengan
berbagai kompleks atom logam pada tingkat oksidasi biasa, tidak perlu
menggunakan orbital molekuler yang begitu rumit. Di pihak lain, teori medan
Kristal tidak mencukupi sebab tidak menyinggung aspek ikatan kovalen. Dengan
demikian perlu dimodifikasinya tanpa harus mengambil alih model yang secara
eksplisit menggunakan ikatan kovalen.
DAFTAR
PUSTAKA
Sunarya,
Y.2003.Ikatan Kimia.Common Textbook(edisi
revisi).Bandung
Download Document Word
Link Download materi ppt Iktan Ion dan molekul kompleks
0 komentar:
Posting Komentar