Rabu, 23 Oktober 2013

Ikatan Pada Ion Dan Molekul Kompleks

Diposting oleh Unknown di 16.00

PEMBAHASAN
Sebelum membahas beberapa teori ikatan pada ion kompleks, perlu dikemukakan bahwa teori tidak lebih daripada suatu pendekatan terhadap fakta yang sesungguhnya. Makin banyak fakta yang sesuai dengan teori, makin baik pendekatan tersebut. Namun demikian, jika timbul pengecualian atas teori, hal itu tidak harus membatalkan kedahihan seluruh konsep. Pengecualian semacam ini lebih menunjukkan kegagalan untuk memberikan garapan yang memuaskan. Biasanya dalam keadaan demikian, teori hanya perlu dimodifikasi atau diperluas sehingga mencakup pengecualian tersebut.
Pendekatan ikatan valensi terhadap teori koordinasi adalah contoh adanya pengecualian atau kekurangan. Namun demikian, teori ikatan valensi bukan merupakan teori ikatan yang kurang baik dibandingkan teori lainnya, tetapi teori ini membutuhkan modifikasi dan perluasan untuk dapat dipergunakan oleh begawan kimia koordinasi modern.
Disamping itu, juga sering terjadi bahwa dua atau lebih dari teori dapat digunakan untuk menjelaskan gejala alam yang sama. Dalam hal ini, harus dicari konsep yang lebih mendasar atau pendekatan yang sama bagi kedua teori itu karena dengan demikian mungkin akan diperoleh pendekatan yang lebih baik terhadap fakta sesungguhnya. Untuk itu perlu ditinjau teori medan kristal dan teori orbital molekuler jika diterapkan pada senyawa kompleks. Hasil pertumbuhan dari kedua teori ini menghasilkan pendekatan yang lebih bermanfaat dan dapat diterapkan secara lebih luas, yaitu teori medan ligan.

1.         ION DAN MOLEKUL KOMPLEKS
Ion/molekul kompleks adalah ion/molekul yang memiliki jumlah ikatan di antara atom-atomnya lebih daripada yang diharapkan dari aspek valensinya. Misalnya pada [Cu(NH3)4]2+ dan [Fe(CN)6]3-. Ion Cu2+ bervalensi dua dapat membentuk empat ikatan dengan NH3. Ion Fe3+ bervalensi tiga dapat membentuk enam ikatan dengan ion CN-. Molekul NH3 dan ion CN- dinamakan ligan, sedangkan atom-atom logam dinamakan atom pusat. Jadi, ion kompleks dapat berupa kation atau anion, terdiri dari ion logam dikeliling sejumlah ligan yang dapat berupa molekul netral atau ion, dengan syarat mempunyai pasangan elektron bebas.
  Jika ligan hanya dapat memberikan satu pasang electron bebas kepada atom pusat, seperti N dalam NH3 atau C dalam CN-, maka ligan tersebut dikatakan monodentat, ligan yang dapat memberikan dua pasang elektron pada atom pusat dinamakan senyawa kelat, sedangkan ligan yang dapat meberikan tiga atau lebih pasangan elektron bebas kepada atom pusat dinamakan ligan polidentat. Beberapa ligan dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Ligan
Nama
Rumus
Monodentat
Air
Amonia
Sianida
Hidroksida
Halida
Nirit
Tiosianat
Tiosulfat
H2O
NH3
CN-
OH-
X-
NO2-
SCN-
S2O32-
Bidentat
Oksalat Etilendiamin
C2O42- (CH)2(NH2)2
Polidentat
EDTA

Tabel 1.1 Beberapa jenis ligan yang umum
Pada umunya, atom pusat cenderung mencapai bilangan koordinasi setinggi mungkin. Logam-logam transisi deret pertama memiliki bilangan koordinasi enam, dan logam-logam deret kedua dan ketiga memiliki bilangan koordinasi delapan. Jika ukuran ligan semakin besar, bilangan koordinasi atom pusat turun.
Oleh karena umumnya ion logam pada ion kompleks mempunyai orbital –d yang belum terisi penuh, maka ikatan yang terjadi antara ion logam sebagai atom pusat dengan ligan adalah ikatan kovalen koordinat. Pembentukkan ikatan kovalen koordinat dalam ion kompleks terjadi karena adanya donasi pasangan electron bebas dari ligan ke dalam orbital kosong dari atom pusat. Dalam hal ini, atom pusat membentuk orbital hidrida dengan orientasi yang menentukan stereokimianya.
Salah satu ciri ion kompleks adalah bahwa ion tersebut masih mempertahankan jati dirinya di dalam larutan, walaupun dapat terjadi disosiasi parsial. Sejatinya, baik derajat disosiasi maupun waktu yang dibutuhkan untuk disosiasi dapat beragam, mulai dari yang sangat terbatas hingga sangat lanjut. Contohnya senyawa yang semula ditulis sebagai 2KBr.HgBr2 sesungguhnya mengandung ion kompleks [HgBr4]2 dalam padatan kristalin, dan ion ini dapat mempertahankan keutuhannya jika dimasukkan ke dalam larutan dan hanya terdisosiasi sedikit saja. Di lain pihak, senyawa yang semula ditulis sebagai 2KCl.CoCl2 sebenarnya mengandung ion [CoCl4]2- dalam padatan kristalin, tetapi sangat banyak terdisosiasi menjadi Cl-, ion K+ dan ion kobalt (II) terhidrasi. Kedua contoh ini menunjukkan gambaran tentang perbedaan dalam kestabilan termodinamik berbagai ikatan.

 1.1      MODEL KOORDINASI WERNER
Pengkajian ini senyawa kompleks anorganik terutama sebagai upaya untuk menjelaskan senyawa hidrat, garam rangkap, dan senyawa ammonia logam. Senyawa ini dinamakan senyawa tambahan atau senyawa molekuler sebab dibentuk oleh penggabungan dua atau lebih molekul stabil dan jenuh. Teori awal dan eksplanansi yang diajukan oleh Begawan Kimia seperti Graham, Blomstrand, dan Jorgensen, saat ini hanya sebagai perjalanan antropologi kimia dari masa ke masa, sejak munculnya teori koordinasi yang diajukan Alfred Werner (1893) dan terbukti memiliki lingkup yang cukup luas.
Sama seperti teori besar lainnya, teori koordinasi Werner pada dasarnya sangat sederhana. Postulatnya adalah: “Walaupun ditinjau dari aspek bilangan valensi, daya gabung beberapa atom tertentu tampaknya habis terpakai, tapi ternyata atom-atom tersebut sering kali masih memiliki daya untuk andil dalam pembentukan molekul kompleks dengan jalan pembentukan pertautan atom-atom. Hal ini disebabkan, selain adanya ikatan afinitas yang dikenal sebagai valensi utama, juga terdapat ikata lain yang disebut sebagai valensi sekunder. Teori selebihnya adalah uraian tentang jumlah dan kemasan valensi sekunder atau valensi tak terionkan dalam ruang”.
Menurut Werner, tiap ion logam mempunyai srjumlah tertentu valensi sekunder yang harus dipenuhi dalam pembentukan ion kompleks, misalnya, Platina(IV), Kobalt (III), dan Kromium (III), semuanya memiliki enam valensi atau bilangan koordinasi enam. Platina (II), Paldium (II), dan Tembaga (II), semuanya memiliki empat valensi sekunder atau bilangan koordinasi empat. Jika valensi primer terpenuhi dengan ion negatif, maka valensi sekunder dapat dipenuhi baik oleh ion negatif maupun oleh molekul netral atau kadang – kadang ion positif. Biasanya ion negatif dapat memenuhi baik valensi sekunder maupun valensi primer. Misalnya dalam senyawa kompleks [Co(NH3)5Cl]Cl2, salah satu ion klorida berbeda dari dua ion klorida lainnya dalam hal tidak lagi bersifat ionik dan letaknya dalam ruang lebih dekat kepada Kobalt daripada dua ion klorida lainnya.
 
1.2 MODEL KOORDINASI SIDGWICK
Teori elektron valensi yang dikemukakan oleh Lewis pada tahun 1916 dan diperluas dalam banyak sistem kimia oleh Langmuir dan para Begawan kimia lainnya memungkinkan untuk mengungkapkan konsep valensi Werner dalam kerangka elektronik. Penerapan khusus teori valensi ini terutama dilakukan oleh Sidgwick dan Lowry. Valensi primer ditafsirkan sebagai elektron valensi yang berasal dari pengalihan elektron secara penuh, dan valensi sekunder dipandang berasal dari kovalensi atau patungan pasangan elektron bebas secara besama-sama. Valensi primer Werner dapat bersifat ionik dan dapat juga tidak. Jika ion negatif, terdapat dalam bola koordinasi pertama, seperti untuk klorin dalam kloropentaaminkromium (III) Nitrat, [Cr(NH3)5Cl](NO3)2, maka ion negatif tersebut secara serentak memenuhi baik valensi primer maupun valensi sekunder. Dalam hal ini, klorin telah kehilangan sifat ionik efektifnya. Ion Nitrat hanya memenuhi valensi primer untuk mempertahankan ionisitasnya.
Sidgwick memperluas konsep Lewis tentang ikatan kovalen dua elektron antara dua atom dalam suatu molekul dengan jalan memasukkan pengertian ikatan koordinat untuk kasus dimana kedua elektron dalam pasangan yang digunakan bersama berasal dari dua atom yang sama. Dengan memperhatikan bahwa semua molekul dan ion  yang terpaut pada atom logam paling sedikit memiliki satu pasangan elektron yang tidak digunakan bersama, Ia menyarankan bahwa pasangan elektron bebas tersebut disumbangkan sebagian pada ion logam untuk pembentukan digambarkan dengan anak panah, L® M, untuk menunjukkan bahwa gugusan donor, L, memberikan dua pasang elektron dalam ikatan dengan akseptor M.
Selanjutnya, Sidgwick menyarankan bahwa atom logam cenderung menerima pasangan elektron dari donor sampai atom tersebut mendapatkan cukup elektron sedemikian rupa sehingga atom logam dalam ion kompleks yang dihasilkan mempunyai nomor atom efektif sesuai konfigurasi gas mulia berikutnya. Hal ini dapat dilihat pada heksaaminplatina (IV) klorida, [Pt(NH3)6]Cl, dimana Pt (IV) mengandung 74 elektron dan 6NH mengandung 12 elektron.
Walaupun konsep nomor ataom efektif Sidgwick sekarang hanya sebagai kenangan bersejarah paling tidak patut dicatat bahwa hampir semua karbonil logam yang di kenal dan sebagian besar anak cucunya(turunannya) seperti karbonil halida, karbonil hidroda, karbonil Nitrasil, dan senyawa yang berhubungan lainnya yang melibatkan akseptor π umumnya tunduk terhadap kaidah sederhana ini. Sedangkan beberapa senyawa yang tidak patuh aturan Sidgwick seperti V(CO)6 dan Rh6(CO)16 jauh kurang stabil dibandingkan dengan senyawa yang patuh kaidah Sidgwick.

1.3       MODEL IKATAN TERKINI
Dewasa ini dikenal adanya empat pendekatan berlainan untuk menggarap secara teoritis ikatan dan sifat-sifata senyawa koordinasi. Secara kronologis,keempat model tersebut adalah (1) teori elektrostatik dengan modifikasi yang baru-baru ini digunakan yaitu teori medan Kristal, (2) teori ikatan valensi, (3) teori orbital molekul, dan (4) teori medan ligan.

2.         TEORI IKATAN VALENSI
Penerapan teori ikatan valensi pada senyawa kompleks terutama dimulai oleh Pauling. Teori ini berkaitan dengan struktur elektron keadaan dasr dari atom pusat, khususnya dengan jenis ikatan, stereokimia, dan sifat magnetik senyawa kompleks. Orbital dalam senyawa kompleks hanya ditinjau dari segi orbital-orbital atom pusat dan hibridisasinya untuk menghasilkan orbital ikatan. Pauling menggunakan cara sederhana untuk menggambarkan ikatan. Cara tersebut didasarkan pada beberapa ansumsi sebagai berikut:
a)      Atom pusat harus menyediakan sejumlah orbital yang banyaknya sama dengan bilangan koordinasi untuk membentuk ikatan kovalen dengan orbital ligan yang sesuai. Dalam model ini, orbital ligan tidak diuraikan secara tepat, tetapi dianggap sebagai orbital ikatan sigma yang terisi penuh.
b)      Ikatan kovalen sigma berasal dari overlap orbital kosong atom logam dan sebuah orbital sigma penuh dari gugus donor. Orbital logam akan menjadi orbital hibrida, terbentuk dari orbital s, p, dan d yang tersedia. Dengan demikian, gugus donor harus merupakan spesi kimia yang paling sedikit mempunyai sepasang elektron bebas. ikatan koordinasi yang terjadi dapat dipandang sebagai ikatan kovalen yang melibatkan overlap dari dua orbital terarah.
c)      Disamping ikatan sigma, dalam teori iktan valensi diperkenankan juga terbentuk ikatan phi, asalkan tersedia orbital-d yang sesuai beserta elektronnya, dan overlap dengan orbital phi ligan dapat terjadi. Ikatan jenis ini jika berupa (M ® L)Ï€, akan mengubah distribusi muatan pada atom logam dan ligan sedemikian sehingga memperkuat i9katan sigma, tetaapi jika ikatan tersebut berupa (L ®M)Ï€ biasanya tidak diperhitungkan dalam teori ikatan valensi, sehingga ikatan sigma dapat diperlemah tetapi secara keseluruhan kekuatan ikatan akan melemah.
Ikatan kovalen terkuat akan terbentuk apabila awan muatan beroverlapsecara maksimal. Agar criteria ini akan terpenuhi. Orbital-orbital atom standar harus berhibrida membentuk suatu perangkat orbital ikatan setara dan memeliki sifat orientasi yang pasti. Sebagai contoh ditinjau sanyawa kompleks octahedral dari unsure transisi deret pertama misalnya kromium. Ion Cr3+ dapat menyediakan 6 orbital atom, yaitu 3dx2-y2, 3dz2, 4s, 4 px, 4py dan 4 pz. kombinasi linear dari orbital tersebut menghasilkan enam orbital d2sp3 yang setara secara energy :

Orbital hibrida d2sp3 yang kosong berantaraksi dengan orbital ligan yang memiliki sepasang elektron bebas sehingga terbentuk ikatan sigma dalam kompleks [CrL6]3+, dan ligan yang terikat ada 6 buah . berdasarkan persamaan diatas tampak bahwa orbital –d yang digunakn untuk ikatan sigma adaalah orbital 3dz2 dan 3dx2-y2. Orbital –d ynag lain digunakan untuk ikatan phi. Ikatan phi dihasilkan dari overlap  orbital 3dxy dari klogam dengan orbital dÏ€ atau pÏ€dari ligan.
Orbital dx2-y2 dan dz2 teraarh pada ligan-ligan dalam kompleks octahedral sehingga keduanya merupakan orbital yang digunakan dalam pembentukan orbital hibrida d2sp3. Orbital hibrida bujur sangkar, dsp2, hanya menggunakan orbital dx2-y2. Orbital hibrida dwilimas segitiga, dsp3 atau sp3d memakai orbital dz2, dan untuk limas bujursangkar dapat menggunakan orbital dz2 atau dx2, kedua bentuk stereokimia ini dapat ditemukan dalam berbagai senyawa kompleks. Secara teoritis, iktatan valensi pada pembentukan ikatan dalam ion kompleks dapat digambarkan dengan  struktur elektronik dari atom pusatnya, sebagai contoh ion [Cr(H2O6]3+. 
Konfigurasi dari atom bebas adalah :


 


Konfigurasi dari ion Cr3+ adalah : 

 



Pada pembentukan digunakan orbital hibrida d2sp3. Orbital harus kosong sehingga dapat dihuni oleh pasangan elektron dari ligan.
[Cr(H2O)6]3+
 
   Kompleks ini dinamakan kompleks orbital dalam, sebab pada pembentukannya digunakan orbital-d sebelah dalam (3d). jika orbital-d yang digunakan adalah sebelah luar (4d), dinamakan kompleks orbital luar (Taube). Istilah-istilah lain ynag digunakan untuk membedakan kedua jenis kompleks tersebut adalh spin-bebas dan spin berpasangan (Nyholm), serta spin-tinggi dan spin-rendah (Orgel).
 

3. TEORI IKATAN VALENSI : IKATAN RANGKAP
Sejauh ini pembahasan ikatan pada senyawa kompleks dengan teori ikatan valensi, memandang bahwa semua ligan mempunyai pasangan elektron ikatan sigma yang siap untuk diberikan. Dengan kata lain, semua ligan adalah basa lewis. Anggapan ini jauh dari keadaan sebenarnya. Terdapat banyak ligan umum seperti CO, RNC , PX3 (X= halogen), PR3, ASR3, SR2, C2H4, dan lainnya merupakan donor elektron yang buruk, namun dapat membentuk banyak senyawa kompleks yang stabil. Lebih lanjut, belum dibahas masalah penimbunan muatan negative yang luar biasa tinggi disekitar atom pusat jika seandainya masing-masoing ligan benar-benar menyumbangkan sepasang elektron.
Untuk menjelaskan keadaan yang disebutkan terakhir, Pauling menyarankan bahwa atom-atom unsur transisi tidak dibatasi hanya dapat membentuk ikatan kovelen tunggal saja, tetapi unsur tersebut mampu membentuk ikatan rangkap dan ligan penerima elektron menggunakan elektron orbital phi. Sebagai salah satu tinjau ion heksasianoferat(II), maka konsentrasi muatan negatif yang menumpuk tersebut dapat didistribusikan secara lebih baik. Struktur yang digambarkan dibawah menunjukan salah satu konfigurasi ikaatn valnsi lewis. Tampak bagaimana muatan atom besi dapat direduksi sampai pada nilai yang lebih rasional, yaitu -1.

Gambar ion heksasianoerat (II)
            Ikatan phi atau ikatan rangkap dalam kompleks logam sekarang dikenal sebagai faktor penting dalam pembentukan banyak ikaatn logam ligan yang stabil. Apabila pada tahap ini ikatan logam-logam dalam kompleks tertentu diabaikan, juga ikatan terdelokalisasi yang muncul dalam kelompok besar senyawa kompleks yan memilki ligan seperti olefin dan sistem aromatik diabaikan, maka akan mudah untuk menggolongkan jenis ikatan phi, yang umumnya ditemukan dalam senyawa kompleks logam adalah sebagai berikut :
aa)      M(dÏ€) --> L(pÏ€), atau pemberiaan elektron dÏ€ atom logam kepada orbital kosong pÏ€ atom ligan.
bb)      M(dÏ€) --> L (dÏ€), atau pemberiaan elektron dÏ€ atom logam kepada orbital kosong dÏ€ atom ligam.
cc)  L(pÏ€) --> L(dÏ€), atau pemberiaan elektron pÏ€ atom logam kepada orbital kosong pÏ€ atom ligan. 
dd)     M(pÏ€) ® L (dÏ€), atau pemberiaa elektron pÏ€ atom logam kepada orbital kosong dÏ€ atom ligan.

4.        TEORI ORBITAL MOLEKULER
Teori orbital molekuler mampu menyesuaikan diri, baik dengan keadaan elektrostatik sempurna yang tiak melibatkan overlap orbital secara maksimum maupun dengan semua derajat overlap yang moderat. Karena itu, diantara semua pendekatan teoritis yang lain, teori orbital molekuler adalh Yang paling canggih, umum dan paling sulit. Banyak pendekatan yang harus dikerjakan dalam penerapan secara kuantitatif paa system kompleks dari banyak atom poli-elektron.
 Sama seperti teori ikatan valensi, metode orbital molekul menggunakan orbital atom pusat, tetapi teori ini juga meninjau orbital atom-atom ligan ynag terkoordinasi. Jadi, jika mula-mula ikatan-Ï€ diabaikan, khususnya untuk enem ligan yang mengelilingi atom logam transisi maka akan tersedia sebanyak lima belas orbital untuk membentuk orbital molekul. Kelimabelas orbital tersebut berasal dari Sembilan orbital atom logam dan enam orbital ligan.
Untuk kompleks tertentu pertama-tama perlu dipastikan overlap orbital mana yang dapat terjadi. Untuk octahedral, beberapa orbital tidak dapat overlap semata-mata hanya karena sifat bawaan sikmetri orbital. Kombinasi elektron-elektron secara matematik, misalnya dengan metode kombinasi linear orbital atom (KLAO), hanya bermanfaat jika orbital-orbital yang dikokmbinasikan tersebut memiliki simetri yang sama. Dalam tabel dibawah ini disajikan orbital atom untuk logam transisi 3d menurut kelas-kelas simetridan juga orbital “simetri” kombinasi ligan-ligan untuk kasus octahedral beraturan. Setiap orbital ligan diidentifikasi oleh titik bawah koordinat Cartesian menurut gambar dibawah.

 

Tabel klasifikasi simetri orbital untuk kompleks oktahedral beraturan.

 

Jadi kesembilan orbital atom di atas diberi lambang dxy, 3dxz, …, 4s, …, 4pz. Kesembilan orbital ini termasuk salah satu dari empat kelas simetri, yang diberi tanda sesuai dari asal kelompok teoretisnya, yaitu simetris total nondegenerasi (A1g): orbital tunggal yang mempunyai simetri penuh dari molekul, degenerasi ganda (Eg): dua orbital setara kecuali dalam hal arah ruang, degenerasi tiga (T1u): tiga orbital setara kecuali dalam hal arah ruang, dan degenerasi tiga (T2g): tiga orbital setara kecuali dalam hal arah ruang. Ketiga orbital T2g terarah dalam ruang sedemikian sehingga hanya cocok untuk ikatan-Ï€ dalam sistem oktahedral, yaitu tak ada orbital-sigma ligan terbentuk dari orbital yang mempunyai simetri T2g, tetapi keenam orbital atom logam sisa semuanya cocok untuk pembentukan ikatan-sigma titik bawah gerade (genap) dan ungerade (gasal) digunakan untuk menunjukkan apakah orbital tersebut mempunyai pusat simetri atau tidak.
Tabel. Orbital molekul kompleks oktahedral beraturan dengan mengabaikan ikatan-Ï€.



Tampak bahwa orbital-orbital atom pusat T2g tinggal sebagai orbital nonbonding sebab tidak mempunyai pasangan simetri dengan orbital- ligan kombinasi yang manapun. Perlu diperhatikan bahwa orbital-orbital atom logam T2g inilah yang dapat membentuk ikatan-, asalkan ligan juga memiliki orbital ikatan- yang cocok simetrinya.

1.         TEORI MEDAN LIGAN
Untuk banyak keperluan seperti hubungan data eksperimen yang berkaitan dengan berbagai kompleks atom logam pada tingkat oksidasi biasa, tidak perlu menggunakan orbital molekuler yang begitu rumit. Di pihak lain, teori medan Kristal tidak mencukupi sebab tidak menyinggung aspek ikatan kovalen. Dengan demikian perlu dimodifikasinya tanpa harus mengambil alih model yang secara eksplisit menggunakan ikatan kovalen. Metode yang biasanya digunakan untuk memodifikasi teori medan Kristal agar mampu menjelaskan paling tidak sebagian efek overlap orbital adalah dengan cara menghalalkan semua parameter antaraksi antarelektron menjadi variabel daripada menganggapnya sebagai tetapan yang nilainya sama dengan parameter-parameter yang dimiliki oleh ion logam bebas.
Penalaran pendekatan ini relatif sederhana dan mudah. Jika orbital betul-betul mengalami overlap maka elektron-elektron atom pusat dipastikan tidak dipengaruhi oleh medan elektrostatik dari muatan atau dari dipole ligan. Hal ini pasti menyebabkan elektron-elektron tersebut sedikit banyak ditarik menjahui atom pusat dan karenanya menurunkan antaraksinya satu dengan yang lain.
Ketiga parameter antaraksi yang paling penting adalah tetapana gandengan spin-orbit, , dan parameter tolakan antarelektron, yaitu salah satu dari dua hal berikut. Pertama, integral Slater tertentu, Fn, atau besaran tertentu yang lebih seksama, yang merupakan kombinasi linear dari integral-integral Slater, dikenal sebagai parameter Racah B dan C. satu parameter F2 diperlukan untuk mewakili selisih energi antara suku-suku multiplet dari sistem pn, dua parameter yakni F2 dan F4 dibutuhkan untuk sistem dn, dan tiga parameter dibutuhkan untuk sistem fn. integral-integral F ini berasal dari integral Coulumb (J) dan integral pertukaran (K), biasanya diambil sebagai parameter semiempirik, jadi tidak dilakukan upaya untuk perhitungannya.
Parameter Racah adalah jumlah dan selisih tertentu dari integral-integral Slater yang dipilih sedemikian rupa sehingga selisih energi antara keadaan-keadaan yang mempunyai spin sama secara eksplisit hanya bergantung pada satu parameter saja. Parameter Racah tersebut adalah ukuran bagi pemisahan energi antara berbagai keadaan Russel-Saunders dari suatu sistem elektron.
Pada umumnya, selisih energi antara keadaa-keadaan yang mempunyai multiplisitas spin sama adalah multiple B dan C. Misalnya, selisih energy antara 3F dan 3P dalam sistem d2 atau d8, dan antara 4F dan 4P energi antara 3F dan 3P dalam sistem d2 atau d8, dan antara 4F dan 4p dalam sistem d3 atau d7 adalah 15B. Tetapi selisih energy antara 3F dan 1D dalam sistem d2 atau d8 adalah (4B+3C). Dalam semua kasus, C-4B.
Tetapan gandeng spin-orbit sangat penting dalam penentuan sifat-sifat magnetik senyawa kompleks logam transisi. Tetepan tersebut dapat digunakan untuk menjelaskan penyimpangan-penyimpangan momen magnet nyata dari nilai terhitung “hanya-spin”, dan untuk menjelaskan kebergantungan beberapa moment magnet pada suhu. Hal yang paling penting diperhatikan adalah untuk mendapatkan kesesuaian yang lebih dekat antara nilai teoritis dari teori medan Kristal dan nilai eksperimental, nilai  untuk atom logam dalam kompleks biasanya diambil sebesar 70% sampai 80% dari nilai ion bebas. dengan cara analog, tetapi biasanya berasal dari data spektra elektron, ditemukan bahwa teori dan eksperimen dapat sangat sesuai apabila parameter Racah untuk ion kompleks diturunkan dari nilai ion bebasnya dengan faktor yang lebih kurang sama. Jadi, umumnya ditemukan bahwa:

Kesimpulan
J  Teori koordinasi Werner pada dasarnya sangat sederhana. Postulatnya adalah: “Walaupun ditinjau dari aspek bilangan valensi, daya gabung beberapa atom tertentu tampaknya habis terpakai, tapi ternyata atom-atom tersebut sering kali masih memiliki daya untuk andil dalam pembentukan molekul kompleks dengan jalan pembentukan pertautan atom-atom. Hal ini disebabkan, selain adanya ikatan afinitas yang dikenal sebagai valensi utama, juga terdapat ikata lain yang disebut sebagai valensi sekunder.
J  Model koordinasi sidgwick, valensi primer ditafsirkan sebagai elektron valensi yang berasal dari pengalihan elektron secara penuh, dan valensi sekunder dipandang berasal dari kovalensi atau patungan pasangan elektron bebas secara besama-sama. Valensi primer Werner dapat bersifat ionik dan dapat juga tidak. Jika ion negatif, terdapat dalam bola koordinasi pertama, seperti untuk klorin dalam kloropentaaminkromium (III) Nitrat, [Cr(NH3)5Cl](NO3)2, maka ion negatif tersebut secara serentak memenuhi baik valensi primer maupun valensi sekunder.
J  Model Ikatan Terkini, dewasa ini dikenal adanya empat pendekatan berlainan untuk menggarap secara teoritis ikatan dan sifat-sifata senyawa koordinasi. Secara kronologis,keempat model tersebut adalah (1) teori elektrostatik dengan modifikasi yang baru-baru ini digunakan yaitu teori medan Kristal, (2) teori ikatan valensi, (3) teori orbital molekul, dan (4) teori medan ligan.
J Teori Ikatan Valensi pada Ikatan Rangkap, Pauling menyarankan bahwa atom-atom unsur transisi tidak dibatasi hanya dapat membentuk ikatan kovelen tunggal saja, tetapi unsur tersebut mampu membentuk ikatan rangkap dan ligan penerima elektron menggunakan elektron orbital phi.
J  Teori Orbital Molekuler mampu menyesuaikan diri, baik dengan keadaan elektrostatik sempurna yang tiak melibatkan overlap orbital secara maksimum maupun dengan semua derajat overlap yang moderat. Karena itu, diantara semua pendekatan teoritis yang lain, teori orbital molekuler adalh Yang paling canggih, umum dan paling sulit.
J  Untuk banyak keperluan seperti hubungan data eksperimen yang berkaitan dengan berbagai kompleks atom logam pada tingkat oksidasi biasa, tidak perlu menggunakan orbital molekuler yang begitu rumit. Di pihak lain, teori medan Kristal tidak mencukupi sebab tidak menyinggung aspek ikatan kovalen. Dengan demikian perlu dimodifikasinya tanpa harus mengambil alih model yang secara eksplisit menggunakan ikatan kovalen.

DAFTAR PUSTAKA
 
Sunarya, Y.2003.Ikatan Kimia.Common Textbook(edisi revisi).Bandung

Download Document Word

Link Download materi ppt Iktan Ion dan molekul kompleks


0 komentar:

Posting Komentar

 

Always Giving The Best Copyright © 2011 Designed by Ipietoon Blogger Template Sponsored by web hosting